Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan suatu program penanggulangan kemiskinan yang dimaksudkan sebagai upaya membangun sistem perlindungan sosial kepada masyarakat miskin. Program ini berada di bawah koordinasi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK), baik di pusat maupun di daerah sedangkan lembaga yang terlibat dalam program ini adalah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Sosial, Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama, Departemen Komunikasi dan lnformatika, dan Badan Pusat Statistik yang juga dibantu oleh Tim Tenaga ahli PKH dan konsultan World Bank (Admin PKH 2009).

Secara konseptual, istilah asli untuk program ini adalah Conditional Cash Transfers (CCT), yang diterjemahkan menjadi Bantuan Tunai Bersyarat. Meskipun demikian, program ini bukan dimaksudkan sebagai kelanjutan program Subsidi Langsung Tunai (SLT) yang diberikan dalam rangka membantu rumah tangga miskin mempertahankan daya belinya saat pemerintah melakukan penyesuaian harga BBM. Program conditional cash transfer banyak dijumpai di sejumlah negara Amerika Latin dan Karibia. Meksiko meluncurkan the Programa de Educación, Saludy Alimentación (PROGRESA) pada tahun 1997. Program ini merupakan titik awal pelaksanaan program CCT dalam sekala besar. Brazil memiliki Programa Nacional de Bolsa Escola dan Programa de Erradicaçao do Trabalho Infantil, (PETI). Kolumbia meluncurkan the Familias en Acción program (FA), Honduras memiliki the Programa de Asignación Familiar (PRAF), Jamaica memperkenalkan the Program of Advancement through Health and Education (PATH), dan Nikaragua memperkenalkan the Red de Protección Social (RPS) (BAPPENAS 2009).

Program ini telah dilakukan sejak bulan Maret tahun 2005 dengan sasaran kelompok masyarakat miskin dan yang ada pada garis batas kemiskinan berdasarkan kriteria kemiskinan BPS, yaitu pendapatannya Rp 100.000/rumahtangga/bulan. Perkembangan jumlah sasaran program sejak tahun 2005, 2008, dan 2009 berturut-turut sebesar 19.1 juta rumahtangga, 19.2 juta rumahtangga, dan 18.5 juta rumahtangga (Gaol 2010). Kegiatan survei PKH di Indonesia dilaksanakan sejak tahun 2007. Kegiatan tersebut dilaksanakan di tujuh propinsi, yaitu Propinsi Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Nusa Tenggara Timur (Admin PKH 2007).

Sasaran PKH untuk bidang kesehatan adalah ibu menyusui dan balita yang berasal dari rumahtangga miskin agar kelompok ini dapat mengakses layanan kesehatan dasar yang dampak jangka panjangnya adalah peningkatan kualitas sumberdaya manusia, khususnya di bidang pendidikan dan kesehatan. Alasan penetapan ibu menyusui dan balita rumahtangga miskin sebagai sasaran PKH karena berdasarkan survei yang dilakukan saat 2002 – 2003 menunjukkan bahwa kelompok ini tidak mampu mengakses layanan kesehatan dasar sebagian besar karena alasan tidak adanya uang. Gaol (2010) menyebutkan bahwa alasan tidak adanya uang ini diungkapkan oleh 34% rumahtangga miskin.

Saat ini, PKH telah berjalan lebih dari 2 tahun dan semestinya dampak/manfaat dari program telah dapat diukur, terutama yang berkaitan dengan kesehatan. Laporan Bank Dunia menyebutkan bahwa Program CCT menunjukkan dampak signifikan pada kesehatan dan gizi yang diantaranya adalah peningkatan konsumsi pangan serta perbaikan pola konsumsi pangan (Fiszbein & Schady et al. 2009). Selain itu, Program CCT juga dinyatakan berhubungan dengan peningkatan tinggi badan (aspek penting untuk mengukur status gizi jangka panjang). Angka stunting di Meksiko, Nikaragua dan Kolombia turun, secara berurutan, 10%, 5.5%, dan 7% (BAPPENAS 2009).

Pengukuran dampak/manfaat kesehatan program dapat dilakukan pada sasaran program yaitu ibu menyusui dan balita. Kajian Brinkman, de Pee, Sanogo, Subran dan Bloem (2010) menunjukkan bahwa hasil simulasi data konsumsi energi selama 2006 sampai 2010 ada 4.5 milyar penduduk yang terancam kelaparan dan mengalami kegagalan tumbuh karena tidak memiliki sumberdaya yang cukup untuk mengakses pangan berkualitas. Hal ini tentu juga akan berdampak pada mutu sumberdaya manusia pada generasi berikutnya karena kejadian kurang gizi pada 2 tahun pertama kehidupan akan berdampak jangka panjang (Brinkman et al. 2010; Martorell et al. 2010). Selain itu berbagai kajian juga menunjukkan bahwa status gizi balita merupakan indikator yang sangat baik untuk menilai situasi gizi masyarakat, oleh karena itu pengukuran dampak/manfaat program ini pun akan lebih difokuskan pada perubahan status gizi balita yang berasal dari rumahtangga sasaran. Perubahan status gizi diukur dengan indikator BB/U dan TB/U dimana kedua indikator pengukuran ini juga diterapkan untuk mengukur dampak program ABAD (Apni Beti Apna Dhan/Our Daughter, Our Wealth), yaitu suatu Program CCT yang dilakukan di India Utara sejak tahun 1994 (Sinha & Yoong 2009).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *